Jumlah Paparan Halaman

Jumaat, 3 Mei 2013

Friday, May 3, 2013 Pemimpin mana saja yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka Oleh : Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah Allah ta’ala telah berfirman : إِنَّمَا السَّبِيلُ عَلَى الَّذِينَ يَظْلِمُونَ النَّاسَ وَيَبْغُونَ فِي الأرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat dhalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat ‘adzab yang pedih” [QS. Asy-Syuuraa : 42]. كَانُوا لا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ “Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu” [QS. Al-Maaidah : 72]. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda : كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْؤُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ... ”Setiap orang di antara kalian adalah pemimpin, dan setiap orang di antara kamu akan dimintai pertanggungan jawab atas apa yang dipimpinnya...”.[1] مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا. ”Barangsiapa yang menipu kami, maka ia bukan termasuk golongan kami”.[2] الظُّلْمُ، ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. Kedhaliman itu merupakan kegelapan di hari kiamat”.[3] أَيُّمَا رَاعٍ غَشَّ رَعِيَّتَهُ فَهُوَ فِي النَّارِ. ”Pemimpin mana saja yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka”.[4] مَنِ اسْتَرْعَاهُ اللهُ رَعِيَّةً ثُمَّ لَمْ يُحِطْهَا بِنُصْحٍ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ. متفق عليه. وفي لفظ : يَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاسِ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ. ”Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim]. Dalam lafadh yang lain disebutkan : ”Ia mati dimana ketika matinya itu ia dalam keadaan menipu rakyatnya, maka Allah haramkan baginya surga”.[5] مَا مِنْ أَمِيْرِ عَشْرَةٍ إِلَّا يُؤْتَى بِهِ مَغْلُولَةً يَدَهُ إِلَى عُنُقِهِ، أطْلَقَهُ عَدْلُهُ أَوْ أوْبَقَهُ جَورُ ”Tidaklah ada seorang pun yang memimpin sepuluh orang, kecuali ia didatangkan dengannya pada hari kiamat dalam keadaan tangannya terbelenggu di lehernya. Entah keadilannya akan membebaskannya ataukah justru kemaksiatannya (kedhalimannya) akan melemparkanya (ke neraka)”.[6] اللَّهُمَّ مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ هَذِهِ أُمَّتِي شَيْئاً فَرَفَقَ بِهِمْ، فَارْفُقْ بِهِ. وَمَنْ شَقَّ عَلَيْهَا فَاشْفُقْ عَلَيْهِ. رواه مسلم. ”Ya Allah, siapa saja yang mengurus urusan umatku ini, yang kemudian ia menyayangi mereka, maka sayangilah ia. Dan siapa saja yang menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia” [Diriwayatkan oleh Muslim].[7] سَيَكُونُ أُمَرَاءُ فَسَقَةٌ جَوَرَةٌ، فَمَنْ صَدَّقَهُمْ بِكَذِبَهُمْ، وَأَعَانَهُمْ عَلَى ظُلْمِهِمْ فَلَيْسَ مِنِّي وَلَسْتُ مِنهُ، وَلَنْ يَرِدَ عَلَيَّ الْحَوْضَ. ”Akan ada nanti para pemimpin yang fasiq lagi jahat. Barangsiapa yang membenarkan kedustaan mereka dan menolong kedhalimannya (atas rakyatnya), maka ia bukan termasuk golonganku dan aku bukan termasuk golongannya. Ia tidak akan sampai pada Al-Haudl (telaga)”.[8] مَا مِنْ قَوْمٍ يُعْمَلُ فِيهِمْ بِالْمَعَاصِي هُمْ أَعَزُّ وَأَكثَرُ مِمَّنْ يَعمَلُهُ، ثُمَّ لَمْ يُغَيِّرُوا إِلَّا عَمّهُمُ اللهُ بِعِقَابٍ. ”Tidaklah satu kaum yang di dalamnya dikerjakan satu perbuatan maksiat, dimana mereka yang tidak mengerjakan kemaksiatan itu lebih kuat dan lebih banyak daripada yang mengerjakannya, namun mereka tidak mengubah kemaksiatan tersebut; niscaya Allah akan menimpakan hukuman adzab pada mereka semua”.[9] وروى أبو عبيدة بن عبد الله بن مسعود، عن أبيه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : وَالَّذَي نَفْسِي بِيَدِهِ لَتَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَلَتَأْخُذَنَّ عَلَى يَدِ الْمُسِيءِ، وَلَتَأْطِرُنَّهُ عَلَى الْحَقِّ أَطْراً، أَوْ لَيَضْرِبَنَّ الله بِقُلُوبِ بَعْضِكُمْ عَلَى بَعْضٍ ثُمَّ يَلْعَنَكُمْ كَمَا لَعَنَهُمْ - يعني بني إسرائيل - عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيسَى ابْن مَرْيَمَ. Abu ’Ubaidah bin ’Abdillah bin Mas’ud meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ’alaihi wa sallam : “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, hendaklah kalian menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar, mengambil tangan orang-orang yang bersalah dan mengembalikannya kepada kebenaran dengan sebenar-benarnya; atau Allah akan memisahkan hati sebagian kalian dengan sebagian yang lain, kemudian Allah melaknat kalian sebagaimana Allah telah melaknat mereka – yaitu Bani Israail – melalui lisan Dawud dan ‘Isa bin Maryam”.[10] Dan dari Aghlab bin Tamiim : Telah menceritakan kepada kami Al-Mu’allaa bin Ziyaad, dari Mu’aawiyyah bin Qurrah, dari Ma’qil bin Yasaar, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِيْ لَا تنَالُهُمَا شَفَاعَتِيْ : سُلْطَانٌ ظَلُوْمٌ غَشَوْمٌ، وَغَالٍ فِي الدِّيْنِ، يَشْهَدُ عَلَيْهِمْ وَيَبْرَأُ مِنْهُمْ “Ada dua golongan dari umatku yang tidak akan disentuh oleh syafa’atku : (1) seorang pemimpin yang dhalim lagi penipu, dan (2) orang yang berlebih-lebihan dalam agama (ghulluw) yang bersaksi atas (kepemimpinan) mereka namun berlepas diri dari mereka”. Hadits ini lemah (dla’iif). Ibnu Maalik telah meriwayatkan dimana ia berkata : Telah berkata Manii’ : Telah menceritakan kepadaku Mu’aawiyyah bin Qurrah, dengan lafadh semisal. Adapun Manii’ ini, tidak diketahui siapa dia sebenarnya.[11] Telah berkata Muhammad bin Juhaadah, dari ‘Athiyyah, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy secara marfuu’ : أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِمَامٌ جَائِرٌ “Orang yang paling pedih/keras siksanya pada hari kiamat adalah pemimpin/imam yang dhalim”.[12] Dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : أَيُّهَا النَّاسُ : مُرُوا بِالْمَعْرُوفِ وَانْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ قَبْلَ أَنْ تَدْعُوا اللهَ فَلَا يَسْتَجِيْبُ لَكُمْ، وَقَبْلَ أَنْ تَسْتَغْفِرُوهُ فَلَا يَغْفِرُ لَكُمْ، إِنَّ الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَا يَدْفَعُ رِزْقًا وَلَا يُقَرِّبُ أَجَلًا، وَإِنَّ الَأَحْبَارَ مِنَ الْيَهُودِ وَالرُّهْبَانَ مِنَ النَّصَارَى لَمَّا تَرَكُوا الْأَمْرَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيَ عَنِ الْمُنْكَرِ لَعَنَهُمُ اللهُ عَلَى لِسَانِ أَنْبِيَائِهِمْ ثُمَّ عَمَّهُمْ بِالْبَلَاءِ “Wahai sekalian manusia : Perintahkanlah untuk berbuat yang ma’ruf dan melarang perbuatan munkar sebelum kalian berdoa kepada Allah namun Ia tidak mengabulkannya, dan sebelum kalian meminta ampun kepada-Nya, namun Ia tidak mengampuni kalian. Sesungguhnya memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari perbuatan munkar tidak berakibat tertahannya rizki dan mendekatkan apa yang tertahan/tertunda. Dan sesungguhnya para rahib dari kalangan Yahudi dan pendeta dari kalangan Nashrani ketika mereka meninggalkan perbuatan memerintahkan kepada yang ma’ruf dan melarang dari perbuatan munkar, Allah melaknat mereka melalui lisan para nabi mereka, kemudian menimpakan bencana pada mereka secara merata”.[13] Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : مَنْ أَحْدَثَ فِيْ أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ “Barangsiapa yang mengada-adakan sesuatu dari urusan kami yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak”.[14] مَنْ أَحْدَثَ حَدَثًا أَوْ آوَى مُحْدِثًا فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ، لَا يُقْبَلُ مِنْهُ صَرفًا وَلَا عَدْلًا “Barangsiapa yang melakukan perbuatan jahat atau melindungi pelaku kejahatan, maka baginya laknat dari Allah, para malaikat, dan seluruh manusia. Tidak diterima darinya amal wajib maupun amal sunnah (yang ia kerjakan)”.[15] مَنْ لَا يَرْحَمُ لَا يُرْحَمُ “Barangsiapa yang tidak menyayangi (saudaranya), maka ia tidak akan disayangi (oleh Allah)”.[16] لَا يَرْحَمُ اللهُ مَنْ لا يَرْحَمُ النَّاسَ “Allah tidak akan menyayangi orang yang tidak menyayangi manusia”.[17] مَا مِنْ أَمِيْرٍ يَلِي أُمُورَ الْمُسْلِمِيْنَ لَا يَجْهَدُ لَهُمْ وَيَنصَحُ لَهُمْ؛ إِلَّا لَمْ يَدْخُلْ مَعَهُمُ الْجَنَّةَ “Tidak ada seorang pemimpin/penguasa pun yang diserahi urusan kaum muslimin kemudian ia tidak bersungguh-sungguh mengurusi mereka dan menasihati mereka, melainkan ia tidak akan masuk surga bersama mereka”.[18] مَنْ وَلَّاهُ اللهُ شَيئًا مِنْ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاحْتَجَبَ دُونَ حَاجَتِهِمْ وَخَلَّتِهِمْ وَفَقْرِهِمْ احْتَجَبَ اللهُ دُونَ حَاجَتِهِ وَفَقْرِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ “Barangsiapa yang diserahi kepemimpinan terhadap urusan kaum muslimin namun ia menutup diri tidak mau tahu kebutuhan mereka dan kefakiran mereka, niscaya Allah tidak akan memperhatikan kebutuhannya dan kefakirannya di hari kiamat”. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidziy.[19] الْإِمَامُ الْعَادِلُ يُظِلُّهُ اللهُ فِي ظِلِّهِ “Imam yang ‘adil akan dinaungi oleh Allah (pada hari kiamat) di bawah naungan-Nya”.[20] الْمُقْسِطُونَ عَلَى مَنَابِرَ مِنْ نُورٍ، الَّذِيْنَ يَعْدِلُونَ فِي حُكْمِهِمْ وَأَهْلِيْهِمْ وَمَا وَلُوا “Orang-orang yang ‘adil berada di mimbar-mimbar yang terbuat dari cahaya, dimana mereka berbuat ‘adil dalam hukum mereka, keluarga mereka, dan siapa saja yang berada di bawah kepemimpinan mereka”.[21] شِرَارُ أَئِمَّتِكُمُ الَّذِيْنَ تَبْغُضُوْنَهُمْ وَيُبْغِضُوْنَكُمْ، وَتَلْعَنُونَهُمْ وَيَلْعَنُونَكُمْ. قالوا : يا رسول الله ! أفلا ننابذهم ؟ قال : لَا، مَا أَقَامُوا فِيْكُمُ الصَّلَاةَ “Seburuk-buruk pemimpin kalian adalah (orang) yang kalian membencinya dan mereka pun membenci kalian, kalian melaknatnya dan mereka pun melaknat kalian”. Para shahabat bertanya : “Wahai Rasulullah, tidakkah kita boleh menyingkirkannya ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidak, selama mereka mendirikan shalat di tengah-tengah kalian”.[22] Keduanya (yaitu hadits ini dan sebelumnya) diriwayatkan oleh Muslim. إِنَّ اللهَ لَيُمْلِي لِلظَّالِمِ حَتَّى إِذَا أَخَذَهُ لَمْ يُفْلِتْهُ، ثُمَّ قَرَأَ : {وَكَذَلِكَ أَخْذُ رَبِّكَ إِذَا أَخَذَ الْقُرَى وَهِيَ ظَالِمَةٌ إِنَّ أَخْذَهُ أَلِيمٌ شَدِيدٌ}. متفق عليه “Sesungguhnya Allah benar-benar mengulur waktu bagi orang yang dhaalim hingga jika Ia mematikannya, Ia tidak akan meluputkannya”. Kemudian beliau membaca ayat : “Dan begitulah azab Tuhanmu, apabila Dia mengazab penduduk negeri-negeri yang berbuat zalim. Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras”.[23] Diriwayatkan oleh Al-Bukhariy dan Muslim. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah berkata kepada Mu’aadz saat beliau mengutusnya ke negeri Yaman : إِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ، وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللهِ حِجَابٌُ. متفق عليه “Berhati-hatilah engkau terhadap harta-harta kesayangan mereka. Dan takutlah engkau terhadap doa orang yang terdhalimi, karena sesungguhnya tidak ada satu pun penghalang antaranya dan Allah”.[24] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. إِنَّ شَرَّ الرِّعَاءِ الْخُطَمَةُ. متفق عليه “Sesungguhnya seburuk-buruk penguasa adalah penguasa yang dhalim”.[25] Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim. ثَلَاثٌ لَا يُكَلِّمُهُمُ اللهُ....... فذكر منهم الملك الكذاب “Ada tiga golongan yang tidaka akan diajak bicara oleh Allah…………”. Kemudian beliau menyebutkan di antaranya pemimpin pendusta.[26] Allah ta’ala berfirman : تِلْكَ الدَّارُ الآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوًّا فِي الأرْضِ وَلا فَسَادًا وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ “Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa” [QS. Al-Qashshash : 83]. Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُوْنَ عَلَى الْإِمَارَةِ، وَسَتَكُوْنُ نَدَامَةَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ. رواه البخاري “Sesungguhnya kalian akan sangat menginginkan kekuasaan (‘imarah) padahal kelak ia akan menjadi penyesalan di hari kiamat”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari.[27] إِنَّا وَاللهِ لَا نُوَلِّي هَذَا الْعَمَلَ أَحَدًا سَأَلَهُ، أَوْ أَحَدًا حَرَصَ عَلَيْهِ. متفق عليه “Sesungguhnya kami – demi Allah – tidak akan menyerahkan pekerjaan (yaitu jabatan) ini kepada orang yang memintanya atau orang yang berambisi kepadanya”. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim.[28] يَا كَعْبَ بْنِ عُجْرَةََ ! أَعَاذَكَ اللهُ مِنْ إِمَارَةِ السُّفَهَاء؛ أُمَرَاءُ يَكُونُونَ مِنْ بَعْدِيْ وَلَا يَهْتَدُونَ بِهَدْيِيْ، وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِيْ. صححه الحاكم “Wahai Ka’b bin ‘Ujrah ! Semoga Allah melindungimu dari kepemimpinan orang-orang pandir. Para pemimpin yang muncul setelahku dimana mereka tidak mengambil petunjuk dengan petunjukku dan mengambil sunnah dengan sunnahku”. Dishahihkan oleh Al-Haakim.[29] ثَلَاثٌُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ لَا شَكَّ فِيْهِنَّ : دَعوَةُ الْمَظْلُومِ، وَدَعوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ - سنده قوي “Ada tiga doa mustajab yang tidak ada keraguan padanya : doa orang yang teraniaya, doa orang yang sedang bepergian (musafir), dan doa orang tua kepada anaknya”.[30] Sanadnya kuat.

Khamis, 25 April 2013

(eramuslim)...Seorang ibu tua yang tinggal di kampung memiliki seorang anak pria yang hidup sukses di kota. Anak tersebut menikah dengan seorang wanita karier dan dikarunia seorang anak yang pintar. Merasa kesepian, sang ibu yang tinggal di kampung berkirim surat kepada anaknya bahwa dua minggu lagi ia akan pergi ke kota menjumpai anak cucunya dan tinggal di sana demi mengusir rasa sepi. Saat menerima surat dari ibunya, sang anak berdiskusi dengan istrinya tentang bagaimana menyikapi kehadiran sang ibu di tengah mereka. Sang istri berkata, “Mas, engkau bekerja seharian penuh hingga larut malam, demikian pula aku. Aku akan merasa risih bila ibumu tinggal di rumah ini sebab ia akan mencibirku dan mengatakan bahwa aku adalah ibu yang tidak pandai mengurus anak sendiri.” Sang istri melanjutkan, “Aku pun tak tega bila menyuruhmu untuk menaruh beliau di panti jompo. Nah, bagaimana kalau kita buatkan saja sebuah saung dari bambu di halaman belakang rumah. Lalu kita tempatkan ibumu di sana. Ia akan bebas melakukan apa saja. Sementara kita dengan kesibukan yang ada tidak akan pernah merasa terusik.” Sang suami mengangguk tanda setuju atas usul istrinya. Maka dibuatkanlah sebuah saung bambu di belakang rumah untuk sang ibu. Begitu ibunya datang, anak dan menantu tersebut menerimanya dengan penuh kehangatan, namun sayang mereka menempatkan sang ibu di saung bambu di halaman belakang rumah. Dan kami berwasiat kepada manusia tentang kedua orangtuanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. (kami berwasiat kepadanya). ’bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orangtuamu, karena hanya kepada-Ku-Lah kembalimu [ Qs. Lukman 31 : 14 ) Ibu yang datang ke kota demi mengusir kesepian di desa, malah merasa terisolasi di tengah anak cucunya sendiri. “Ma, jangan lupa untuk mengirimkan makan tiga kali sehari untuk ibu ya!” Itulah kalimat yang diucapkan sang suami kepada istrinya setiap kali ia hendak berangkat bekerja. Sang istri pun lalu menyampaikan lagi pesan ini kepada pembantunya untuk melakukan hal yang diminta suaminya. Maka, tiga kali sehari makanan diantar oleh pembantu tersebut ke dalam saung. Namun karena kesibukan mereka berdua, keduanya kerap lupa untuk mengingatkan pembantu tersebut untuk mengantarkan makanan kepada orangtuanya. Tadinya tiga kali sehari, terkadang hanya dua kali atau satu kali. Setelah berbulan-bulan tinggal di dalam saung, pesan untuk mengirimkan makanan sudah tidak mereka ingat lagi sehingga pembantunya pun ikut lalai mengirimkan padanya makanan. Allah Swt sungguh murka terhadap anak yang melalaikan hidup orangtuanya! Piring kotor masih teronggok di pinggir saung. Sudah lama tidak diambil oleh pembantu yang biasa mengantarnya. Karena cahaya yang redup di dalam saung, sang nenek tanpa sengaja menginjak piring itu hingga akhirnya pecah. Tidak ada lagi makanan yang dikirimkan oleh anaknya. Nenek itu lapar. Ia pun pergi ke warung untuk beli makanan untuk sekadar mengganjal rasa lapar. Makanan telah terbeli, lalu dengan apa ia harus meletakkan, sebab tiada lagi alas. Lalu sang nenek pergi mencari alas untuk makanannya. Tiada yang ia temui selain sebuah batok kelapa. Ia cuci dan bersihkan batok tersebut. Usai dibersihkan, batok itu menjadi teman setia nenek untuk makan. Demikianlah kebiasaan makan yang dilakukan nenek, hingga suatu hari Allah berkenan untuk memberlakukan kehendaknya!! Di suatu pagi, lepas dari pengawasan baby sitter, seorang bocah lelaki berusia sekitar lima tahun pergi ke halaman belakang. Sudah lama ia tidak bermain ke halaman tersebut. Bocah itu bengong, terperangah saat ia melihat ada sebuah saung bambu di sana. Anak itu pergi menghampiri. Ia dorong pintunya hingga terbuka. Anak tersebut memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Ia pun masuk ke dalamnya. “Eh… ada pangeran kecil rupanya!” suara nenek terdengar mengguratkan senyum di bibir. “Nenek siapa ya?” Tanya sang bocah polos. “Aku ini adalah nenekmu. Ibu dari ayahmu!” Nenek itu mencoba menjelaskan. Beberapa saat kemudian, keduanya sudah menjalin kehangatan. Kehangatan tali persaudaraan. Persaudaraan antara seorang nenek dengan cucunya, yang tidak bisa dipisahkan oleh jarak apa pun. Keduanya membaur tak ubahnya darah dan daging. Sejak itu, sang bocah sering mengunjungi neneknya meski kedua orangtuanya tak tahu apa yang dilakukan anaknya selama ini. Ketika si bocah melihat sebuah benda aneh di pojok saung, ia bertanya, “Itu benda apa, Nek?” si cucu menunjuk ke sebuah benda dengan perasaan ingin tahu. Si nenek melempar pandangan ke arah yang ditunjuk cucunya. Ia tahu bahwa yang dimaksud cucunya adalah batok kelapa. “Oh… itu piring nenek. Tempat makan nenek. Lucu ya…?!” Nenek menjawab dengan wajah tersenyum. “Iya, Nek! Ini bagus sekali,” sambut sang cucu. Sang cucu merekam kejadian itu. Dalam sebuah liburan akhir pekan, bocah ini diajak tamasya ke luar kota oleh papa dan mamanya. Mereka pergi membawa mobil ke tempat wisata. Sesampainya di sebuah taman wisata yang begitu rimbun, teduh dan indah, mereka pun berbagi tawa dan kebahagiaan. Mereka berlari, berkejaran, berjalan dan melompat. Hari itu penuh keceriaan bagi mereka bertiga. “Haaaap!” sang papa melompat sambil berteriak. Diikuti suara dan lompatan yang sama dari sang mama. Rupanya keduanya telah melompat melintasi bibir selokan kecil di sana. “Ayo Nak… lompati selokan itu. Kamu pasti bisa!” Teriak keduanya berseru kepada anak mereka. Sang anak berdiri terdiam di seberang. Ia melemparkan pandangan ke dalam selokan. Ia tak mau melompat, namun malah berujar, “Pa… Ma…, tolong ambilkan benda itu dong!” Papanya melihat ke arah benda yang ditunjuk anaknya, ia tahu benda yang dimaksud adalah ‘batok kelapa’ dalam selokan. “Apa sih, Nak? Nggak usah diambil. Itu kotor!” kata Si papa. Sang mama menimpali dengan kalimat serupa. Namun si anak tetap bersikeras, merengek dan mengancam bahwa dirinya tidak mau meneruskan tamasya bila mama atau papanya tidak mau mengambilkan benda tersebut. Keduanya mengalah. Diangkatlah ‘batok kelapa’ yang telah baunya busuk dari selokan. Keduanya repot mencari keran air untuk mencucinya. Setelah agak bersih, batok itu pun diberikan kepada sang anak. Keduanya merasa heran melihat sang anak begitu hangat memeluk batok kelapa tersebut. Dalam perjalanan kembali ke rumah. Ketiganya masih berada di dalam mobil. Tak sabar dan penuh rasa ingin tahu, sang mama bertanya kepada anaknya, “Mama jadi bingung sama kamu. Sebenarnya untuk apa sih batok kelapa itu, Nak.?!” Si anak masih memeluk batok itu. Ia angkat kepalanya lalu berkata, “Aku mau kasih kejutan ke mama!” Dengan kepolosannya ia melanjutkan, “Kalau sampai di rumah, benda ini akan aku cuci sampai bersih. Setelah itu akan aku beri bungkus yang rapih. Bila sudah rapi, aku akan berikan ini untuk mama sebagai alas untuk makan.” “Untuk makan?!” Mama bertanya keheranan dengan rasa jijik. “Iya, untuk makan. Aku lihat nenek di saung belakang rumah, ia makan dengan ini. Papa dan Mama yang berikan itu untuk Nenek kan?!” Tanyanya polos. Keduanya bergidik. Allah Swt sungguh telah menegur mereka berdua lewat lidah anak mereka sendiri. Selama ini, sungguh mereka telah menyia-nyiakan orangtua sendiri. Hingga harus makan dengan alas dari sesuatu yang menjijikkan bagi mereka, yaitu batok kelapa. Apakah Anda masih menyia-nyiakan hidup orangtua Anda?!
(voa muslim com) Ratusan pemuda Muslim Sunni Lebanon mendaftar berjihad melawan milisi ribuan Hesbullah yang sekarang mendukung rezim Syiah Bashar al-Assad. Mereka semua bertekad akan bertempur di Suriah, menghadapi makar kekuatan Syiah Alawiyyin di Suriah yang dipimpin Bashar al-Assad. Semangat berjihad dari kalangan pemuda Sunni itu, terutama dari kota Saida, selatan Beirut. Mereka langsung menyambut dengan penuh antusias seruan dari Sheikh Ahmad Assir, yang menyerukan jihad kepada pemuda Muslim Sunni, di Lebon, Rabu (24/4/2013). Di masjid Bilal Bin Rabah masjid, komite yang menggalang para pemuda Lebanon itu, mengatakan bahwa "ratusan" telah mendaftar pemuda yang sudah mendaftar, dan mereka siap diberangkat ke medan jihad di Suriah, dan menurut sumber di Beirut, jumlah pemuda yang akan bergabung menjadi sukarelawan bisa menjadi ribuan. Sambutan yang begitu luar biasa itu, tak lama sehari setelah Sheikh Asir, yang merupakan Imam Masjid, mengecam Hizbullah yang membantu pasukan Presiden Bashar al-Assad melawan oposisi didominasi Sunni di Suriah, dan melakukan pembantaian di kota Aleppo, dan menewaskan ratusan Muslim Sunni. Sheikh Assir mengumumkan pembentukan "Brigade Sukarelawan Perlawanan" bertujuan berjihad melawan tentara Hizbullah di Suriah. Sheikh Assir mengatakan seruan itu dilakukannnya sebagai sikap menanggapi, "kebrutalan Hisbullah terhadap Muslim Sunni di Suriah", ucapnya. Hisbullah memiliki perang besar dalam pembersihan kantong-kantong Sunni di Suriah, dan menggunakan bom kimia menghancurka daerah-daerah Sunni. Asir menegagaksn menjadi "kewajiban Islam" bagi para pengikut Sunni untuk bergabung, dan berjihad melawan Hizbullah dan rezim Suriah. Sheikh Assir mengecam pemerintah Libanon, karena tidak mampu mencegah Hizbullah dari campur tangan di Suriah. Di kota Tripoli yang menjadi basis Muslim Sunni, Sheikh Salem al-Rafei juga menyerukan "mobilisasi umum" untuk berjihad melawan Hizbullah di Suriah. Dalam wawancara dengan Al Arabiya, ia menolak justifikasi Hizbullah, dan mengatakan, "Kami kaum Sunni memiliki Lebanon, dan kami akan membela saudara kami di Suriah", tuturnya. Sheikh Salim menyerukan pembentukan "kelompok-kelompok kecil bersenjata rahasia yang terdiri dari lima anggota", tambahnya. "Kami akan mengirim pasukan pertama dari orang-orang bersenjata untuk berjuang bersama para pejuang Suriah di al-Qseir," kata al-Rafei. Seruan jihad dari Sheikh Asir dan Sheik Rafei ini bergema di seluruh dunia Arab, dan merekan para pemuda Muslim segera bergegas meninggalkan negaranya bergabung dengan para pejuang Suriah lainnya.Dengan sangat antusias para pemuda menyambut seruan jihad itu. Dikabarkan dari Mesir, Libya, Aljazair, Maroko, Qatar, serta Irak mereka berduyun-duyun menuju Suriah, menghadapi hegemoni pasukan Bashar al-Assad yang didukung Hesbullah, yang menghancurkan kota-kota yang dihuni kaum Sunni, seperti Hamma, dan Aleppo, yang sekarang mengalami kehancuran total.

Selasa, 23 April 2013

Assalamu’alaikum wr. wb., Ustadz, saya mau tanya. Saya kalau shalat subuh sendiri tidak pernah pakai qunut. Tetapi kalau di mesjid, seringkali imamnya memakai qunut. Apakah saya harus mengikuti imam memakai qunut atau tidak karena saya pernah baca hadits bahwa imam shalat harus diikuti oleh ma’mum. Terima kasih ustadz Wassalamu’alaikum wr. wb., Waskito Jawaban: السلام عليكم ورحمة الله وبركاته Saudara Waskito dan netters eramuslim yang selalu setia mengunjungi eramuslim, semoga Allah ta’ala senantiasa mencurahkan rahmat-Nya kepada kita semua. Masalah doa qunut subuh sejak lama telah menjadi perbedaan padangan para ulama rahimahumullah. Diantara mereka ada yang mengatakannya bid’ah, tidak disyari’atkan, ini adalah pendapat madzhab Imam Abu Hanifah dan madzhab Imam Ahmad bin Hanbal rahimahumallah. Selain itu ada juga yang mengatakannya sunnah mu’akkadah, ini adalah pendapat madzhab Imam Malik dan madzhab Imam Syafi’i. Bila kita bahas secara penjang lebar dan terus menerus tentu tidak akan selesai, artinya kita tidak bisa mengatakan ini yang benar dan yang lainnya salah, karena para ulama kita memiliki dalil atau argumentasi cukup kuat menurut mereka yang menjadi pijakan mereka dalam berijtihad. Kalau kami boleh memberi saran mengenai yang saudara Waskita alami, dan saudara Waskito adalah seorang yang tidak menggunakan qunut saat shalat subuh namun posisi saat itu adalah sebagai makmun dalam shalat berjamaah, maka sebaiknya ikut mengangkat tangan dan mengaminkan doa Imam tersebut. Kecuali kalau sang Imam telah melakukan kesalahan dalam gerak atau pun rukun shalat, hendaknya di mengingatkan imam tersebut dengan ucapan subhanallah. Bijak dan menjaga ukhuwah Sangat dewasa dan bijak sekali yang pernah dilakukan oleh orang-orang yang berilmu di masa lalu, ketika suatu hari salah seorang diantara mereka shalat dan bermakmukan Imam yang tidak qunut dia pun ikut berqunut. Demikian pula sebaliknya saat salah seorang diantara mereka shalat dan bermakmumkan imam yang berqunut dia pun ikut berqunut. Hal ini Karena mereka tidak ingin berta’ashshub (fanatik) pada satu pendapat tertentu. Tidak saling menyalahkan dan menjaga ukhuwah serta persatuan lebih mereka utamakan dibanding dengan mempertahankan suatu yang masih dalam perbedaan pandangan ulama, yang tentunya mereka juga tidak sembarang dalam mengambil dalil yang mereka jadikan argumentasi dalam berijtihad. Suatu hari Imam Syafi’i rahimahullah pernah shalat subuh tidak jauh dari makam Imam Abu Hanifah rahimahullah, namun beliau tidak berqunut, padahal beliau berpendapat bahwa qunut subuh hukumnya sunnah mu’akkadah. Saat ditanya kenapa beliau tidak membaca qunut, beliau menjawab: “Apakah aku menyalahinya (berbeda pendapat) sedang aku berada di hadapannya (di dekat makamnya)?”. Demikian pula dengan Imam Ahmad bin Hanbal pendiri madzhab Al-Hanabilah atau lebih akrab di lisan madzhab Hanbali, mengatakan bahwa seseorang yang bermakmum di belakang imam yang qunut hendaknya dia mengikuti imam tersebut dan mengaminkan doanya, padahal Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah, dalam riwayat yang cukup masyhur berpendapat bahwa doa qunut subuh tidak disyariatkan, akan tetapi beliau memberikan dispensasi untuk mengikuti imam yang qunut pada shalat subuh tersebut untuk menghindari perbedaan pendapat yang akan berimbat pada perbedaan hati kaum muslimin. Saudara Waskito dan netters eramuslim yang kami cintai, demikian yang bisa kami sampaikan semoga dapat meberikan pencerahan untuk kita semua, amin. Wallahu a’lam bishshawab. والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Sistem kapitalis yang kini melanda sebagian besar negara – negara muslim di dunia membuat semua yang ada didalamnya dinilai dengan materi. Orang yang semakin banyak uang dialah yang paling dihormati, tidak demikian halnya orang – orang miskin yang dianggap rendah dan terhina. Karena kesalahan berfikir seperti inilah akhirnya banyak yang tergiur untuk menjadi orang kaya, apapun dilakukan asal mereka punya harta yang berlimpah. “ Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang – orang yang menyeru Tuhannya dipagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan – Nya ; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka ( karena ) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia.” ( QS. Al – Kahfi : 88 ) Belum lagi media yang menampilkan hiburan yang sarat dengan hedonism ala orang kafir barat. Yang mereka suguhkan hanyalah kegerlapan dunia beserta kesenangan – kesenangannya yang semu. Akhirnya masyarakatpun terdidik dengan sikap yang seperti itu. Jangan heran kalo sekarang sering kita lihat banyak orang – orang dari desa, tapi kelakuannya seperti artis ibukota. Memang seperti itu lah mereka dididik, seakan semuanya itu dinilai dari penampilan luar saja. Penilaian inilah penilaian ala orang – orang kafir dalam menilai rendah manusia hanya karena harta. “ Janganlah orang – orang mu’min mengambil orang – orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang – orang mu’min.” ( QS. Ali Imran : 28 ) “ Hai orang – orang beriman, janganlah kamu mengambil orang – orang yahudi dan nasrani menjadi pemimpin – pemimpin(mu) ; sebagian mereka adalah pemimpin bagi sebagian yang lain. Barang siapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.” ( QS. Al – Maidah : 51 ). Sistem kapitalispun berhasil membuat sekat – sekat yang membatasi orang kaya dengan orang miskin. Orang kaya akan terasa terhina bila berteman dengan orang yang tidak satu level dengannya, pun sama halnya dengan orang miskin yang karena kemiskinanya ia menghinakan dirinya sendiri. Menggangap bahwa mereka terhina karena kemiskinannya. Inilah gambaran yang sekarang tampak pada kehidupan kita sehari – hari, sesungguhnya kita banyak yang tidak mengerti akan hakikat hidup kita di dunia ini. Semua bukan hanya dinilai dari materi, dan ALLAH SWT pun menciptakan manusia untuk saling memperkaya diri di dunia dan saling menghinakan yang satu dengan yang lain hanya karena harta. Karena kemuliaan bukan terletak pada kekayaan, dan kehinaan belum tentu melekat dengan kemiskinan. “Sungguh, yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa” ( QS. Al – Hujurat : 13 ). Rasulullah bersabda : “ Sesungguhnya Allah tidak melihat bentuk rupa dan harta benda kalian, tapi Dia melihat hati dan amal kalian.” ( HR. Muslim ) Jelas bahwasannya ALLAH SWT tidak menilai kita dari bentuk rupa atau pun banyaknya harta yang kita miliki. Karena pada hakikatnya wajah yang tampan dan cantik pun akan pudar seiring bertambahnya usia dan berkurangnya umur, begitupun dengan harta. Harta tidak akan bertahan lama, karena ketika mati pun tidak ada satu pun perhiasan di dunia ini yang dapat kita bawa ke dalam kubur. Sudah barang tentu hanya amal lah yang akan menyelamatkan kita, dan keimanan yang hakiki lah yang dapat mengantarkan kita kepada kebaikan dan juga surga yang dijanjikan oleh ALLAH SWT. “Barang siapa beramal saleh, baik laki – laki maupun wanita dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik” ( QS. An – Nahl : 97 ) “Sesungguhnya bagi orang yang beriman dan beramal saleh, surga itu berisi penuh kenikmatan. Mereka akan kekal di dalamnya, janji Allah benar dan Dia Maha Agung lagi Maha bijaksana” ( QS. Luqman : 8 – 9 ) Allah tidak megatakan bahwasannya “barang siapa yang memiliki harta yang berlimpah, maka ia akan ditempatkan di syurga” atau “ sesungguhnya orang miskin itu ialah orang yang terhina”. Inilah ISLAM, agama yang mengajarkan kebaikan bagi setiap insan. Ajaran yang haq yang berasal dari Sang Maha Adil. Islam bukan agama materialistis, islam bukan ajaran yang mengajarakan hidup hedonis. Islam adalah agama yang dibawa oleh rasulullah SAW yang berasal dari Allah SWT, yang berisikan tentang aturan – aturan hidup manusia. Pada hakikatnya islam bukan hanya sekedar agama, tapi islam adalah sebuah system yang membawa kebaikan kepada siapa saja yang menerapkannya. Terapkan islam hidup mulia, tinggalkan islam hidup sengsara. Terapkan islam Negara sejahtera, tinggalkan islam rakyat akan sengsara. Kekayaan bukanlah alat untuk mencapai kemuliaan, dan kemiskinan bukanlah sebab seseorang terhinakan. Yang benar adalah dengan islam hidup akan mulia, tanpa islam hidup akan terhina